STUDI ISLAM GEOGRAFI
Dia
adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin
Qushay al-Quraisyiah al-Asadiyah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah bin
Jundub. Beliau dilahirkan di Mekah tahun 68 sebelum hijrah. Ia berasal dari keluarga
bangsawan Quraisy. Khadijah dididik dengan akhlak mulia dan terhormat sebagai
seorang wanita. Sehingga tumbuhlah ia dengan karakter yang kuat, cerdas, dan
menjaga kehormatan.
Di
masa jahiliyah, sebelum kenal dengan Rasulullah, Ummul Mukminin Khadijah
radhiallahu ‘anhu dikenal sebagai seorang wanita yang kaya dan seorang pedagang
besar. Ia bekerja sama dengan laki-laki untuk bagi hasil barang dagangannya.
Karena laki-lakilah yang terbiasa bersafar ke Syam untuk berdagang. Sedangkan
wanita-wanita di masa itu tidak terbiasa keluar-keluar menuju tempat yang jauh.
Inilah tradisi Arab kala itu, hal ini juga sesuai dengan sifat menjaga kesucian
diri yang beliau miliki.
Hari-hari
terus berlalu, hingga beliau mendengar kisah tentang seseorang yang bernama Muhammad
bin Abdullah. Seorang laki-laki yang berakhlak mulia. Jujur lagi terpercaya.
Jarang sekali terdengar di masa jahiliyah ada seorang laki-laki memiliki sifat
sedemikian mulia. Ia kirim seseorang untuk menawarkan kerja sama dagang menuju
Syam. Ia berikan barang kualitas super, yang tidak ia percayakan kepada
pedagang lainnya.
Ketika
Khadijah dan Muhammad telah sepakat bekerja sama, Khadijah menyertakan seorang
budak laki-lakinya yang bernama Maisaroh untuk membawa barang dagangan itu
hingga ke Syam. Di daerah Romawi itu, Muhammad bin Abdullah berteduh di bawah
pohon dekat dengan kuil milik seorang pendeta. Si pendeta datang mendekati
Maisaroh. Ia berkata, “Siapa laki-laki yang berteduh di bawah pohon itu?” “Ia
seorang laki-laki Quraisy dari penduduk al-Haram”, jawab Maisaroh. Si pendeta
berkata lagi, “Tak seorang pun yang singgah di bahwa pohon ini kecuali seorang
nabi.”
Kemudian
Rasulullah mulai menjual barang dagangannya dan membeli barang lainnya yang
beliau inginkan. Sesampainya di Mekah, beliau menemui Khadijah dengan hasil
keuntungan dagangnya. Kemudian Khadijah membeli barang bawaannya. Beliau pun
mendapatkan untung berkali lipat.
Maisaroh
mengabarkan tentang kemuliaan akhlak Muhammad bin Abdullah dan sifat-sifatnya
yang istimewa, yang ia lihat saat bersafar bersama. Demikianlah safar, ia
menampakkan sesuatu yang tersembunyi dari perangai manusia. Terlebih safar di
masa itu yang kendaraan dan keadaannya tidak senyaman sekarang.
Sebelumnya
Khadijah telah menikah dua kali. Pertama menikah dengan Atiq bin A’id
al-Makhzumi, kemudian ia meninggal. Dan yang kedua, dengan Abu Halah bin
Nabbasy at-Tamimi, yang juga meninggal. Tapi dari Abu Halah, ia mendapatkan
seorang putra yang bernama Hind bin Abu Halah. Setelah itu, Khadijah menutup
hatinya dari semua laki-laki. Ia tak ingin lagi menikah dan memutuskan hidup
sendiri. Tapi, cerita-cerita tentang Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang ia dengar dari orang-orang dan dari Maisaroh menggoyahkan keteguhannya. Ia
begitu kagum dengan seorang laki-laki yang begitu mulia akhlaknya. Tidak hanya
mendengar, ia pun membuktikkan dan “mengujinya” dengan mengajak kerja sama
dalam masalah uang. Semakin tampaklah amanahnya dan sifat-sifat mulia lainnya.
Dari
sini dapat kita petik pelajaran, saat tertarik dengan seorang laki-laki atau
perempuan, jangan tergesa-gesa menyatakan perasaan padanya. Uji dulu akhlaknya,
apakah kebaikan yang disampaikan seseorang tentangnya benar atau hanya kabar
burung saja. Khadijah adalah wanita yang cerdas, ia tidak tergesa-gesa.
Emosinya stabil. Sehingga ia bisa mengetahui kabar tentang Nabi Muhammad, tanpa
membuatnya merasa malu atau jatuh harga dirinya.
Singkat cerita, terjadilah pernikahan antara dua orang yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Khadijah binti Khuwailid. Maharnya adalah 500 dirham. Hal ini semakin menegaskan bahwa jodoh seseorang sesuai dengan keadaan dirinya. Pernikahan ini berlangsung saat Muhammad bin Abdullah belum mendapatkan kedudukan istimewa sebagai seorang nabi dan rasul. Sebelum Muhammad dikenal dan memiliki banyak pengikut. Sebelum Muhammad kaya dan menjadi pemimpin negara. Rumah tangga keduanya berlangsung kurang lebih selama 25 tahun. Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.
Kedua pasangan mulia ini terus bersama hingga
Khadijah wafat di usia 65 tahun. Dan Rasulullah berusia 50 tahun. Ini adalah
masa terlama kebersamaan nabi bersama istrinya, dibanding dengan istri-istri
yang lain. Nabi tak menikahi wanita lain saat bersama Khadijah. Hal itu karena
kemuliaan yang dimiliki Khadijah. Ia juga memberi beliau putra dan putri.
Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan si bungsu Fatimah adalah
buah dari pernikahan keduanya
Allah Ta’ala menganugerahkan Ummul Mukminin
Khadijah hati dan ruh yang suci dan cahaya keimanan. Sehingga ia begitu siap
ketika kebaikan datang menghampirinya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menerima wahyu pertama:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan.” [Quran Al-Alaq: 1].
Nabi segera pulang dalam keadaan takut dan gemetar.
Kemudian beliau bertemu dengan istrinya. “Selimuti aku. Selimuti aku.”, kata
Nabi. Khadijah menyelimutinya sampai rasa cemasnya sirna. Nabi berkata,
أَيْ خديجة، ما لي لقد خشيت على نفسي
“Khadijah, apa yang terjadi padaku? Aku khawatir
terjadi apa-apa pada diriku.” Khadijah menanggapi dengan kalimat yang sangat
berarti bagi pskisi Nabi, ia berkata,
كلا أبشر، فوالله لا يخزيك الله أبدًا، فوالله إنك
لتصل الرحم، وتصدق الحديث، وتحمل الكلَّ، وتكسب المعدوم، وتقري الضيف، وتعين على
نوائب الحق
“Tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan
pernah menghinakanmu. Demi Allah, engkau adalah seorang yang menyambung
silaturahim, jujur ucapannya, memikul kesulitan orang lain, menanggung orang
yang tidak punya, memuliakan tamu, dan mendukung usaha-usaha kebenaran.”
Kemudian ia mengajak Nabi menemui sepupunya,
Waraqah bin Naufal. Di masa jahiliyah, Waraqah adalah seorang laki-laki
Nasrani. Ia menulis Injil dengan Bahasa Arab. Dan ia sudah tua sampai-sampai
buta karena ketuaannya. Ia memberi kabar baik kepada Nabi. Waraqah bercerita
bahwa apa yang baru saja beliau jumpai adlaah an-Namus (Jibril) yang juga
datang menemui Musa.
Dalam keadaan yang aneh dan membingungkan itu,
Khadijah lah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tentu hal
ini semakin meringankan beban psikis Nabi. Nabi tak pernah mendengar sesuatu
pun dari Khadijah yang membuat beliau tidak suka. Tidak mendustakannya dan
membuatnya bersedih. Melalui wanita mulia ini, Allah berikan banyak jalan
keluar dan kemudahan untuk beliau. Saat ia pulang mendakwahkan risalahnya,
Khadijah selalu membuatnya jiwa kembali teguh dan bersemangat. Meringankan dan
membenarkannya di saat orang-orang mendustakannya.
Membayangkan keadaan tersebut. Dan sulitnya
merintis dakwah di tengah orang-orang yang mengingkari. Tidak hanya
mengingkari, mereka juga memusuhi dan merespon dakwah dengan gangguan. Tapi
beliau memiliki istri seperti Khadijah. Yang melapangkan dan tak pernah
mengecewakannya sedikit pun. Dari sini kita tahu, mengapa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menikahi wanita lain selain dirinya saat ia masih
hidup.
Komentar
Posting Komentar