Panduan Hari Raya Qurban
PANDUAN HARI RAYA QURBAN
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kita akan simak hadits
berikut, dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang.
Keduanya adalah bulan hari raya: bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Karena itu, sudah selayaknya kita bangun motivasi yang
besar untuk beramal di bulan Dzulhijjah, sebagaimana motivasi kaum muslimin
untuk beramal di bulan Ramadhan. Terutama di tanggal 10 Dzulhijjah, yang
merupakan kesempatan istimewa bagi kaum muslimin karena ketika itu mereka
sedang melaksanakan perintah Allah di surat al-Kautsar (artinya), “Kerjakanlah
shalat untuk Rabmu dan sembelihlah qurban.”
Agar suasana hari raya Idul Adha
kita semakin berkah, mari kita pelajari setiap sunnah yang diajarkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ber-Idul Adha.
Pertama,
Dilarang berpuasa di hari raya
Dari Abu Sa’id al-Khudzri radliallahu ‘anhu,
beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa pada dua
hari: hari Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad dan Muslim). Imam an-Nawawi
mengatakan: “Para ulama telah sepakat tentang haramnya puasa di dua hari raya
sama sekali. Baik puasanya itu puasa nadzar, puasa sunah, puasa kaffarah, atau
puasa yang lainnya. (Syarah Shahih Muslim karya an-Nawawi).
Kedua, jangan sampai tidak
hadir shalat Id
Shalat Id hukumnya wajib bagi setiap
muslim. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, salah satu pendapat Imam Ahmad,
dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam dan Ibnul Qoyim. Dalil pendapat
ini adalah sebagai berikut:
1. Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
melaksanaknnya. Karena sejak shalat Id ini disyariatkan pada tahun kedua hijriyah,
beliau senantiasa melaksanakannya sampai beliau meninggal.
2. Kebiasaan para khulafa ar-Rosyidin setelah wafatnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan bahwa shalat Id merupakan
ibadah yang sangat disyariatkan dalam Islam.
3. Hadits Ummu ‘Athiyah radliallahu ‘anha, bahwa beliau
mengatakan, “Kami diperintahkan untuk mengajak keluar gadis yang baru baligh,
gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri shalat Idul Fitri
dan Idul Adha….(HR. Bukhari dan Muslim). Adanya perintah menunjukkan bahwa itu
wajib, karena hukum asal perintah adalah wajib
4. Shalat Id merupakan salah satu syiar Islam yang paling
besar.
Ketiga, perhatikan Adab
dalam menghadiri shalat Idul Adha
1.
Mandi pada Hari Id
2.
Berhias dan Memakai Wewangian
3.
Memakai Pakaian yang Paling Bagus
4.
Tidak Makan Sampai Selesai dari Shalat Idul Adha
5.
Menuju lapangan sambil berjalan dengan penuh
ketenangan dan ketundukan
Waktu
Shalat Id
Dari Yazid bin Khumair, beliau
mengatakan: suatu ketika Abdullah bin Busr, salah seorang sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama masyarakat menuju lapangan shalat
Id. Kemudian beliau mengingkari keterlambatan imam. Beliau mengatakan: “Kami
dulu telah selesai dari kegiatan ini (shalat Id) pada waktu dimana shalat sunah
sudah dibolehkan.” (HR. Bukhari secara mu’allaq dan Abu Daud dengan sanad
shahih). Yang dimaksud: “waktu dimana shalat sunah sudah dibolehkan”: setelah
berlalunya waktu larangan untuk shalat, yaitu ketika matahari terbit.
Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fitri dan menyegerahkan
shalat Idul Adha. Sementara Ibnu Umar -orang yang sangat antusias mengikuti
sunah- tidak keluar menuju lapangan sampai matahari terbit. Beliau melantunkan
takbir sejak dari rumah sampai tiba di lapangan. (Zadul Ma’ad).
Tempat Pelaksanaan Shalat Id
1. Ketika di Mekah
Tempat pelaksanaan shalat Id di Mekah yang paling afdhal
adalah di Masjidil Haram. Karena semua ulama senantiasa melaksanakan shalat Id
di Masjidil Haram ketika di makah. Imam an-Nawawi mengatakan: …ketika di Mekah,
maka masjidil haram paling afdhal (untuk tempat shalat Id) tanpa ada
perselisihan di kalangan ulama. (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab).
2. Di Luar Mekah
Tempat shalat Id yang sesuai sunah adalah lapangan.
Kecuali jika ada halangan seperti hujan atau halangan lainnya. Dari Abu Sa’id
al-Khudri, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan
ketika Idul Fitri dan Idul Adha. Pertama kali yang beliau lakukan adalah shalat
Id. (HR. Bukhari). Ibnul Haj al-Makki mengatakan:
“…sunah yang berlaku sejak dulu terkait shalat Id adalah
dilaksanakan di lapangan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama dari pada seribu kali shalat di
selain masjidku, kecuali Masjidil Haram.” meskipun memiliki keutamaan yang
sangat besar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap keluar menuju lapangan
dan meninggalkan masjid.” (al-Madkhal).
Catatan:
Dianjurkan bagi imam untuk menunjuk
salah seorang agar menjadi imam shalat Id di masjid bagi orang yang lemah
-tidak mampu keluar menuju lapangan-, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi
Thalib radliallahu ‘anhu, yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah.
Adab Ketika
Menuju Lapangan
1.
Berangkat
dan pulangnya mengambil jalan yang berbeda
Dari Jabir bin Abdillah radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari raya mengambil jalan yang berbeda
(ketika berangkat dan pulang). (HR. Bukhari).
2.
Dianjurkan
bagi makmum untuk datang di lapangan lebih awal.
Adapun imam, dianjurkan untuk datang agak akhir sampai
waktu shalat dimulai. Karena imam itu ditunggu bukan menunggu. Demikianlah yang
terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat.
3.
Bertakbir
sejak dari rumah hingga tiba di lapangan
Termasuk
sunah, bertakbir di jalan menuju lapangan dengan mengangkat suara. Adapun para
wanita maka dianjurkan tidak mengeraskannya, sehingga tidak didengar laki-laki.
Dalil lainnya:
a.
Riwayat yang
shahih dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengeraskan bacaan takbir pada saat Idul
Fitri dan Idul Adha ketika menuju lapangan, sampai imam datang. (HR.
ad-Daruquthni dan al-Faryabi, shahih).
b.
Riwayat dari
Muhammad bin Ibrahim, bahwa Abu Qotadah radliallahu ‘anhu berangkat shalat Id
dan beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. (HR. al-Faryabi dalam Ahkamul
Idain).
4.
Tidak boleh
membawa senjata, kecuali terpaksa
Dari Said bin Jubair, beliau mengatakan: kami bersama
Ibnu Umar, tiba-tiba dia terkena ujung tombak di bagian telapak kakinya. Maka
aku pun turun dari kendaraan dan banyak orang menjenguknya. Ada orang yang
bertanya: Bolehkah kami tau, siapa yang melukaimu? Ibnu Umar menunjuk orang
itu: Kamu yang melukaiku. Karena kamu membawa senjata di hari yang tidak boleh
membawa senjata…(HR. Bukhari). Al-Hasan al-Bashri mengatakan: Mereka dilarang
untuk membawa senjata di hari raya, kecuali jika mereka takut ada musuh. (HR.
Bukhari secara mu’allaq).
Demikian secara ringkas panduan
berhari raya qurban, semoga Allah mudahkan bagi kita untuk mengamalkannya.
Penulis : Ustadz Ammi Nur Baits,
ST. BA.
Komentar
Posting Komentar